Senin, 28 Februari 2011

Peter Pan, lebih dari sekedar tokoh fantasi...

Pernah melihat laki-laki dengan postur tubuh dewasa tetapi pemikirannya belum matang alias masih seperti anak kecil??
Sebagian dari kita mungkin pernah atau bahkan sering menemukannya...
Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka??
Sebuah kesengajaan atau lebih pada bentuk kelainan...??

Kita simak berita dari kutipan yang saya dapat dari VIVAvorum...

Laki-laki dewasa yang memiliki pola pikir atau perilaku seperti anak-anak atau pemikiran yang belum matang banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Kondisi ini disebut dengan Sindrom Peter Pan (Peter Pan Syndrome).

Humbelina Robles Ortega, profesor dari Department of Personality, Evaluation and Psychological Treatment di University of Granada memperingatkan bahwa orangtua yang terlalu melindungi anak (overprotective) bisa membuat anaknya mengembangkan Sindrom Peter Pan.

"Kondisi ini biasanya mempengaruhi orang-orang yang sangat tergantung dengan keluarganya sehingga belum mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi hidup," ungkapnya, seperti dikutip dari ScienceDaily.

Sindrom Peter Pan biasanya mempengaruhi orang-orang yang tidak mau atau merasa tidak mampu untuk tumbuh menjadi orang dewasa, jadi meskipun ia sudah dewasa tapi pemikirannya masih seperti anak-anak.

Saat ini Organisasi kesehatan dunia (WHO) belum mengakui Sindrom Peter Pan sebagai bagian dari gangguan psikologis. Meski demikian jumlah orang dewasa yang memiliki perilaku emosional seperti anak-anak jumlahnya terus berkembang di masyarakat barat.

Umumnya ia tidak mampu untuk tumbuh dan mengambil tanggung jawab sebagai orang dewasa serta menikmati dirinya sebagai anak atau remaja bahkan ketika sudah berusia lebih dari 30 tahun.

Orang-orang yang terkena Sindrom Peter Pan melihat dunia orang dewasa sebagai sesuatu yang sangat problematik atau penuh dengan masalah serta sangat menyukai dunia remaja atau anak-anak. Kondisi inilah yang membuat ia lebih senang tinggal di dunia dan pemikiran remaja atau anak-anak.

Sindrom Peter Pan bisa dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan, tapi kondisi ini tampaknya lebih banyak mempengaruhi kaum laki-laki.

Beberapa karakteristik yang muncul dari sindrom ini adalah:
1. Ketidakmampuan seseorang untuk mengambil tanggung jawab
2. Tidak mampu melakukan suatu hal sendiri
3. Tidak mampu menempati janji
4. Kurangnya kepercayaan diri
5. Berusaha mencari mitra atau teman yang lebih muda
6. Tidak memiliki rencana tentang masa depan
7. Takut akan kesepian

Robles menuturkan satu-satunya solusi untuk kondisi ini adalah memberikan perlakuan psikologis yang tepat, dalam hal ini tidak terlalu memanjakan anak tapi harus membimbingnya sesuai dengan usianya. Untuk itu solusi yang diberikan tidak hanya terbatas pada orang yang memiliki Sindrome Peter Pan saja, tapi mencakup keluarga atau pasangannya.

Peter Pan adalah cerita dongeng barat yang dikarang oleh Sir James Matthew Barrie. Peter Pan merupakan budak laki-laki yang tidak akan tumbuh besar dan secara ajaib enggan untuk membesar. Ia menghabiskan masa pengembaraan kanak-kanak abadinya dalam sebuah pulau kecil yang bernama Neverland.

Woow, sebuah polemik ya, dikala perkembangan zaman yang semakin tak terkejar...
Semoga solusi diatas bisa bermanfaat ketika kita berhadapan dengan penyandang sindrom Peter Pan... (boleh disebut PeterPaners gak ya??? hehe ^^)

Minggu, 27 Februari 2011

beautifull with Jilbab...


Untuk semua saudaraku muslimah, semoga tetap semangat menggunakan jilbabnya...

Saat ini, jilbab atau kerudung tidak lagi hanya sebagai pelengkap berbusana muslimah, bahkan sudah menjadi satu hal yang bisa menjadi fashion statement Kita, atau untuk menunjukkan gaya personal dan karakter Kita.

Untuk itu padu padan antara kerudung Cantik dan busana harus diperhatikan dengan seksama agar Kita bisa tampil optimal. Berikut ini ada beberapa tips yang bisa Kita jadikan acuan biar bisa terlihat match...

Padu Padan Kerudung dan Busana :

1. Yang pertama tentukan dulu gaya apa yang akan Kita tampilkan, ada beberapa yang bisa Anda coba: gaya casual, klasik, glamor, atau formal?

2. Setelah itu baru perhatikan paduan warnanya. Grouping warna ini bisa sebagai rujukan:
kelompok earth tones: coklat, hijau olive, terakota
Kelompok spicy colors: orange, merah, maroon, gold, tembaga
Kelompok aqua nuance: toska, biru langit, abu terang
Padu padankan warna dalam kelompoknya untuk mendapatkan tampilan harmonis

3. Detail antara kerudung Cantik dan busana jangan dipaksakan untuk sama, supaya lebih mudah, lihat saja gayanya, nah kalau ini sangat dianjurkan untuk dalam gaya yang sama.

4. Ciri gaya casual: detail minimalis, misalnya detail jahit tindas Ciri gaya klasik: tidak terpengaruh trend, bisa dipakai siapa saja dan oleh siapa saja misalnya tunik model lurus dengan detail di leher, atau dengan penempatan aksen di bagian yang sudah biasa seperti garis leher, dan di ujung lengan.

Ciri gaya glamor: berkilau, entah itu bahannya maupun aksennya, misalnya berbordir benang emas Ciri gaya formal: seperti baju-baju untuk ke kantor, paduan blazer dan celana panjang atau rok panjang lurus dari bahan poly-georgette dalam warna-warna basic gelap seperti hitam atau abu tua dan navy

5. Jenis bahan bisa apa saja, dan antara kerudung dan busana tidak harus dari bahan yang sejenis, cukup perhatikan warna dan gayanya saja. Semoga beberapa tips tadi bisa membantu Kita dalam memadu padankan kerudung dan busana dan yang lebih penting bisa mengekspresikan gaya personal Kita. Silahkan dicoba...

Non Rebreating Mask

Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.

FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
a. 6 : 55 – 60
b. 8 : 60 – 80
c. 10 : 80 – 90
d. 12 – 15 : 90

Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak.

Prosedur Tindakan :
a. Atur posisi pasien
b. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas dan mulut)
c. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis)
d. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat, terputar)
e. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga. (mencegah kebocoran sungkup)
f. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
g. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien)
h. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah infeksi, meningkatkan kenyamanan)

Simple Mask

Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.

FiO2 estimation :
Flows FiO2
a. 5-6 Liter/min : 40 %
b. 6-7 Liter/min : 50 %
c. 7-8 Liter/min : 60 %

Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan untuk makan dan batuk. Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.

Prosedur Tindakan :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran oksigen lancar)
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan)
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis, dan mencegah penumpukan CO2 )
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah iritasi kulit akibat tekanan)
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

Nasal Kanul

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.

FiO2 estimation :
Flows FiO2
a.1 Liter /min : 24 %
b.2 Liter /min : 28 %
c.3 Liter /min : 32 %
d.4 Liter /min : 36 %
e.5 Liter /min : 40 %
f.6 Liter /min : 44 %

Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman dan dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.

Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 - 1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.

Prosedur tindakan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul tersebut pas kenyamanannya)
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang diprogramkan (1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas)
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung)
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan)
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus, epistaksis dan permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi kulit)
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)

Terapi Oksigenasi


Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat adalah terapi oksigen (O2).

Secara klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah :
1.Untuk memepertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
2.Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah,
3.Untuk menurunkan kerja nafas.
4.Untuk mengurangi kerja jantung.

Sedangkan indikasi dilakukannya terapi oksigen diantaranya :
1.Cyanosis yang disebabkan oleh penyakit jantung dan paru.
2.Gagal nafas akut.
3.Penurunan tekanan oksigen inspirasi.
4.Persediaan oksigen yang tidak adekuat.
5.Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
6.Kerusakan sistem difusi.
7.Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
8.Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Prinsip terapi oksigenasi :
1.Jalan nafas harus bebas.
2.Respon klinis dan Analisa Gas Darah.
3.Perhatikan penyakit dasarnya.
4.FiO2 tergantung pada alat yang digunakan, cara pemberian, pola nafas, dan kerjasma pasien.
5.Low flow dan high flow berbeda dengan low/high concentration.

Metode :
1.Sistem aliran rendah
a)Low flow low concentration
1)Cateter nasal
2)Nasal Canul
b)Low flow high concentration
1)Simple mask
2)Non rebreathing mask
3)Partial rebreathing mask

2.Sistem aliran tinggi
a)High flow low concentration
1)Ventury mask
b)High flow high concentration
1)Head box
2)Sungkup CPAP
3)Jackson Reese.

Terapi oksigen merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian oksigen merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.

How________is your love???

Pernah denger pasangan kalian ngrayu kan??
Sering dong bagi kalian yang punya pasangan yang hoby ngegombal.....hehehe
But....ati-ati neh, gak semua yang berbau gombal itu masuk akal, meski sebelum kata-kata gombal itu keluar udah dipikir selogis mungkin....

Misal :
Kalo ada yang bilang cintaku seluas samudra???
Biuhhh... enak banget bilang sedalam samudra, sedalam-dalamnya samudra toh ada dasarnya juga, belum lagi kalo terumbu karangnya tebel n banyak, gak jadi dalam lagi jadinya...
Cintaku setinggi langit???
Hey.....di atas langit masih ada langit, langit yang mana neh??? Setinggi-tinggi langit toh akhirnya berbatas juga...
Besar cintaku seujung kuku...
Awlnya aneh, tapi itu yang lebih logis dari semua yang kurang logis. Meski selalu dipotong kan nantinya ujung kuku akan tumbuh kembali, gak sengaja patah juga nantinya akan tumbuh ujung baru...

“Honesty is the universal currency acceptable everywhere....Although we are not materially wealthy, by being honest, we will live free from uneasiness, anxiety, and worries....”
So, sebesar apapun cinta kita pada orang-orang disekitar yang kita cintai, ungkapkan itu dengan kejujuran, tidak harus dengan ucapan, tapi lebih mengena dengan ketulusan yang terjabar dari tindakan....

Jumat, 25 Februari 2011

Drugs management (Obat-obat gawat darurat)


Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan

Perhatian !
• Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di bidangnya (dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat)
• Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, maka pemberian obat yang disebutkan di bawah ini untuk mengatasi kegawatdaruratan secara umum sedangkan dalam menghadapi pasien, kita harus melihat kasus per kasus.

Jenis-jenis obat :
Epinephrin
• Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi atau syok anfilaktik, hipotensi.
• Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 3–5 menit, dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 μg/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 μg/mnt
• Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor α adrenergic dan meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung
Lidokain (lignocaine, xylocaine)
• Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT, Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T
• Dosis 1 – 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 – 5 menit sampai dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam
• dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena
• Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama idioventrikuler

Sulfas Atropin
• Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler
• Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)
• Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III.
• Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.
• dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena diencerkan menjadi 10 cc

Dopamin
• Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
• Dosis 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa
Magnesium Sulfat
• Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia
• Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam
Morfin
• Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest.
• Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 – 30 menit

Kortikosteroid
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri

Natrium bikarbonat
Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan overdosis antidepresi trisiklik.
Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.
Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

Kalsium gluconat/Kalsium klorida
• Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
• Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan drip
• Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium gluconat
Furosemide
• Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak
• Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia
• Dosis 20 – 40 mg intra vena
Diazepam
• Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus
• Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan
• Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

Dosis pada anak-anak
Epinephrin
Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01 mg/KgBB iv (1:1000)
Atropin
Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan dosis 2 kali maksimal 1mg
Lidokain
Dosis 1 mg/KgBB iv
Natrium Bikarbonat
Dosis 1 meq/KgBB iv
Kalsium Klorida
Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Glukonat
Dosis 60–100 mg/KgBB iv pelan-pelan
Diazepam
Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus
Furosemide
Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus

Preeklamsi




A. PENGERTIAN
Per eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998 ).
Preeklampsi adalah penyakit primigravida dan kalau timbul pada seorang multigravida biasanya ada factor predisposisi seperti hypertensi, diabetes atau kehamilan ganda. Preeklampsi diketahui dengan timbulnya hypertensi, proteinuria dan oedema pada seorang gravida yang tadinya normal. Penyakit ini timbul sesudah minggu ke 20 dan paling sering terjadi pada primigravida yang muda. Kalau tidak diobati atau tidak terputus oleh persalinan dapat menjadi eklampsi.

B. ETIOLOGI
Sebab preeklampsi belum diketahui tapi pada penderita yang meninggal karena eklampsi terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat, tapi kelainan yang menyertai penyakit ini ini ialah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan coagulasi intravaskuler.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagi gejala yang menyertai eklampsi.
Karena penyakit ini masih merupakan teori, maka perlu kita untuk mengetahui factor predisposisi terjadinya penyakit ini. Misalnya, antara lain: primigravida, hiperplasentosis (molahidatidosa, gemeli, diabetes mellitus, hidrops fetalis), umur yang ekstrim untuk hamil, riwayat penyakit ginjal dan darah tinggi sebelumnya dan riwayat keluarga preeklasi-eklamsi. Ini penting, karena ibu yang memiliki factor predisposisi lebih berpeluang jika dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki factor predisposes untuk terjadi preeklamsi.

C. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Hypertensi : gejala yang paling dulu timbul ialah hypertensi yang terjadi tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah 140 mm systolis dan 90 mm diastolis tapi juga kenaikan systolis 30 mm atau diastolis 15 mm diatas tekanan yang biasa merupakan pertanda. Tekanan darah dapat mencapai 180 mm systolis dan 110 mm dyastolis tapi jarang mencapai 200 mm.jika tekanan darah melebihi 200 mm maka sebabnya biasanya hypertensi essentialis.
2. Oedema : timbulnya oedema didahului oleh tambah berat badan yang berlebihan. Penambahan BB ½ kg pada seorang yang hamil dianggap normal,tapi kalau mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan preeklampsi harus dicurigai. Tambah berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan baru oedema nampak.oedema ini tidak hilang dengan istirahat.
3. Proteinuria : Proteinuria sering diketemukan pada preeklampsi,rupa-rupanya karena vasopasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hypertensi dan tambah berat.
4. Gejala-gejala subyektif : perlu ditekankan bahwa hypertensi, tambah BB dan proteinuria yang merupakan gejala-gejala yang terpenting dari preeklampsi tidak diketahui oleh penderita. Karena itu prenatal care sangat penting untuk diagnosa dan terapi preeklampsi dengan cepat. Baru pada preeklampsi yang sudah lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter.
Gejala subyektif itu ialah :
a)Sakit kepala yang karena vasospasmus atau oedema otak.
b)Sakit dihulu hati karena regangan selaput hati oleh karena haemorrhagia atau oedema, atau sakit perubahan pada lambung.
c)Gangguan penglihatan,penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasopasmus,oedema atau ablatic retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop.

E. KLASIFIKASI PRE EKLAMSI
Pre eklamsi digolongakan ke dalam pre eklamsi ringan dan pre eklamsi berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
Pre eklamsi ringan
1.Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan inetrval pemeriksaan 6 jam.
2.Tekanan darah diastolik 90 atau 15 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3.Kenaikan berat badan 1 Kg atau lebih dalam seminggu.
4.Proteinura 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Pre eklamsi berat
Bila salah satu di antara gejala atau tanda diketemukan pada ibu hamil sudah dapat di golongkan preeklamsi berat :
1.Tekanan darah 160/110 mm Hg.
2.Oliguoria, urin kurang dari 400 cc/24 jam.
3.Proteinuria lebih dari 3 gr/liter.
4.Keluhan subjektif :
Nyeri epigastrium
Gangguan penlihatan
Nyeri kepala
Edema paru dan sianosis
Gangguan kesadaran
5.Pemeriksaan :
Kadar enzim hati meninmgkat disertai ikterus
Perdarahan pada retina
Trombosit kurang dari 100.000/mm.
Peningkatan gejala dan tanda pre-eklamsi berat memberikan petunjuk akan terjadi eklamspia.yang mempunyai prognosa buruk dengan angka kematian maternal dan janin tinggi.

F.TES DIAGNOSTIK
1.Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
2.Tes laboratorium dasar
Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Uji untuk meramalkan hipertensi
Roll Over test
Pemberian infus angiotensin II.

F. PENATALAKSANAAN
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda – tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
Hendaknya janin lahir hidup.
Trauma pada janin seminimal mungkin.

ASUHAN KEPERAWATAN pada ibu hamil dengan PREEKLAMSI

A. PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :
1. Data subyektif :
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

2. Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika refleks + )
Pemeriksaan penunjang ;
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosa Keperawatan
1.Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
2.Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan
3.Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah ).
4.Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta

C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan I:
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya
Kriteria Hasil :
- Ibu mengerti penyebab nyerinya
- Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya
Intervensi :
1.Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
2.Jelaskan penyebab nyerinya
R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
3.Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
4.Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

Diagnosa keperawatan II:
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Ibu tampak tenang
- Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
- Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi :
1.Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
2.Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif
3.Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4.Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada sehingga dapat membawa ketenangan hati

Diagnosa keperawatan III :
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
Kriteria Hasil :
- Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )
- Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg
Suhu : 36-37 C
Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1.Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupakan indikasi dari PIH
2.Catat tingkat kesadaran pasien
R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
3.Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang
4.Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
5.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang

Anemia pada Ibu Hamil

KAJIAN TEORI ANEMIA PADA IBU HAMIL




A. Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan ialah suatu kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr % terutama pada trimester I dan trimester ke III atau kadar Hb. Anemia dalam kehamilan adalah kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007). B. Etiologi Etiologi anemia pada kehamilan, yaitu: a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah. b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma. c. Kurangnya asupan zat besi dalam makanan. d. Kebutuhan zat besi meningkat untuk pertumbuhan janin. e. Gangguan pencernaan dan absorbsi. C. Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. D. Gejala Gejala anemia pada kehamilan yaitu : -ibu mengeluh cepat lelah -sering pusing -mata berkunang-kunang -malaise -lidah luka -nafsu makan turun (anoreksia) -konsentrasi hilang -nafas pendek (pada anemia parah) -keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda Secara sistemik, dapat diuraikan sebagai berikut : 1.Sistem jantung : nafas pendek, dispnea sewaktu kerja berat, gelisah 2.Sistem pernafasan : nyeri dada, batuk, sesak nafas, demam, gelisah 3.Sistem saraf pusat : pusing, kejang, sakit kepala, gangguan BAK dan BAB 4.Sistem genitourinaria : nyeri pinggang, hematuria 5.Sistem gastrointestinal : nyeri perut, hepatomegali, demam 6.Sistem okular : nyeri, perubahan penglihatan, buta 7.Sistem skeletal : nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki. E. Akibat yang di timbulkan a.Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan: -Abortus -Kematian bayi dalam kandungan -Missed Abortus dan kelainan kongenital b.Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan: -Persalinan prematur -Perdarahan antepartum -Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim -Asfiksia aintrauterin sampai kematian -BBLR -Gestosis dan mudah terkena infeksi -IQ rendah c.Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan : -Gangguan his baik primer maupun sekunder -Janin akan lahir dengan anemia, dan -Persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah -Lamanya waktu partus karena kurang daya dorong rahim, pendarahan post – partum, rentan infeksi, rawan dekompensasi cordis pada penderita dengan hb kurang dari 4 g -Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan shock bahkan kematian ibu saat persalinan, meskipun tak disertai pendarahan d.Saat post partum anemia dapat menyebabkan : -Tonia uteri -Retensio placenta -Pelukaan sukar sembuh -Mudah terjadi febris puerpuralis, dan -Gangguan involusio uteri. F. Derajat Anemia Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl. Klasifikasi anemia yang lain adalah : a. Hb 11 gr% : Tidak anemia b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang d. Hb < 7 gr% : Anemia berat G. Pencegahan Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun. H. Pengobatan 1. Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. 2. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai. 3. Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal. 4. Bedah Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel. 5. Suportif Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan). I. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM. b. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit. c. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait). d. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait. e. LED : meningkat. d. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2. e. Bilirubin serum : meningkat. f. LDH : meningkat. g. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal. h. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang. j. Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

1.Pengkajian
-Identifikasi klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
-Identitas penanggung.
-Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu.
-Keluhan utama : pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
-Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
-Pemerisaan fisik
1.Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari, ebutuhan tidur lebih besar dan istirahat.
Tanda : Gangguan gaya berjalan.
2.Sirkulasi
Gejala : Palpitasi atau nyeri.
Tanda : Tekanan darah menurun, nadi lemah, pernafasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
3.Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari).
4.Integritas ego
Gejala : Kuatir, takut.
Tanda : Ansietas, gelisah.
5.Makanan / cairan
Gejala : Nafsu makan menurun.
Tanda : Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.
6.Hygiene
Gejala : Keletihan / kelemahan
Tanda : Penampilan tidak rapi.
7.Neurosensori
Gejala : Sakit kepala / pusing, gangguan penglihatan.
Tanda : Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
8.Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada punggung, sakit kepala.
Tanda : Penurunan rentang gerak, gelisah.
9.Pernafasan
Gejala : Dispnea saat bekerja.
Tanda : Mengi
10.Keamanan
Gejala : Riwayat transfusi.
Tanda : Demam ringan, gangguan penglihatan.
11.Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel
2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen(nutrisii dengan kebutuhan
3.Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorbsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal
4.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasidaan neurologist (anemia)
5.Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat
6.Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder yang tidak adekuat
7.Kurang pengetahuan dan kondisi prognosis serta kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi

3. Nurse Care Planning
1.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel
Tujuan
Perfusi jaringan kembali normal
Kriteria hasil
Tanda vital stabil
Membrane mukosa warna merah muda
Pengisian kapiler baik
Haluaran urine yang adekuat
Mental seperti biasa (mampu berorientasi)

Intervensi
1.Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membrane mukosa, dasar kuku
2.Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
3.Awasi upaya pernafasan ; auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi adventius
4.Selidiki keluhan nyeri dada. Palpitasi
5.Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung
6.Orientasi ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktivitas pasien untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, konunikasi dan aktivitas
7.Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasihindari pengguanaan bantalan penghangat atau botol air panas, ukur suhu dengan thermometer
8.Awasi pemeriksaan laboratorium
9.Berikan sdm darah lengkap. Produk darah sesuai indikasi serta awasi komplikasi tranfusi
10.Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional
1.Memberikan informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringandan membantu menentukan kebutuhan intervensi
2.Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.(contraindikasi bagi hipotensi)
3.Dispneu gemericik menunjukkkan gjk karena regangan lama atau peningkatan kompensas curah jantung
4.Iskemia seluler mempengaruh jaringan miokardial atau potensial resiko infark
5.Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin b 12
6.membantu memperbaiki proses berfikir dan kemampuan melakukan/mempertahankan kebutuhan komunikasi social
7.vasokontriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien atau kebutuhan untuk menghndari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan fungsi organ)
8.mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan atau repon terhadap terapi
9.termoreseptor jaringan dermal dangaal karena gangguan oksigen
10.meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen , memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan
11.memaksimalkan transport oksigen ke jaringan

2.Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorbsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal
Tujuan
Menunjukkan nutrisi adekuat
Krieria hasil
Peningkatan BB (stabil) dengan nilai lab. Normal
Tak mengalami tanda malnutrisi
Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/ atau mempertahankan BB yang sesuai
Intervensi
1.Kaji riwayat, termasuk makan yang sesuai
2.Observasi dan catat masukan makanan px
3.Timbang BB tiap hari
4.Berikan makanan sedikit tapi sering
5.Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus, dan gejala lain yang berhubungan
6.Berikan oral hygiene sesuai indikasi
7.Konsul pada ahli gizi
8.Berikan diet halus, redah serat menhindari makanan panas pedas atau terlalu asin sesuai indikasi
9.Berikan suplemen nutrisi
Rasional
1.mengidentifikasi defisensi, menduga kemungkinan intervensi
2.mengawasi msukan kalori atau kwalitas kekurangna konsumsi makanan
3.mengawasi penuruan BB atau efektivitas intervensi nutrisi
4.menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
5.gejala GI dapat menunjukkan efek anemia atau hypoxia pada organ
6.meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral
7.membantu dalam membuat rencana diet untuk mememnuhi kebutuhan individual
8.bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi pasien
9.meningkatkan masukan protein dan kalori

3.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen(nutrisii dengan kebutuhan)
Tujuan
Aktivitas kembali normal
Krieria hasil
Peningkatan aktivitas
Penurunan tanda fisiologis intoleransi
TTV stabil (normal)
Intervensi
1.kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas atau AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan ean kesulitan menyelesaikan tugas
2.kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
3.awasi TTV
4.berikan lingkungan tenang dan pertahankan tirah baring
5.ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
6.prioprtaskan jadwal askep untuk meningkatkan istirahat
7.berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi b/p memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin
8.rencanakan kemajuan aktivitas dengan px, termasuk aktivitas yang pasien opandang perlu
9.gunakan teknik penghematan energi
10.anjurkan px untuk menghentika aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek, kelemahan atau pusing terjadi
Rasional
1.mempengaruhi pilihan intervensi atau pilihan
2.menunjukkan perubahan neurology karena defisiens vit B12
3.manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
4.meningkatkan istirahat untuk menurunkan keb. Oksigen tubuh
5.hipotensi postural atau hypoxia serebral, berdenyut dan –peningkatan resiko cedera
6.mempertahankan dan meningkatkan regangan pada system jantung dan pernafasan
7.membantu b/p, harga diri di tingkatkan bila px melakukan sesuatu sendiri
8.meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot
9.mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan
10.regangan atau steres kardiopulmonl berlebihan dapat menimbulkan dekompensasi

Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak

GANGGUAN BICACA DAN BAHASA PADA ANAK



A. PENGERTIAN GANGGUAN BAHASA DAN BICARA
Ada perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan, yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi.
Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi ia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik.
Sebaliknya, ucapan seorang anak mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi ia dapat menyusun katakata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.
Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran.
Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oralmotor dalam fungsinya untuk bicara dan makan.
Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.
Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anakanak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (sebagai contohnya kejang).
Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.
Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengasuh, maupun orangorang terdekat dalam kehidupan seharihari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan gangguan yang menetap.

Gangguan bicara menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Menurut Van Riper
Berbicara dikatakan terganggu bila berbicara itu sendiri membawa perhatian yang tidak menyenangkan pada si pembicara, komunikasi itu sendiri terganggu, atau menyebabkan si pembicara menjadi kesulitan untuk menempatkan diri (terlihat aneh, tidak terdengar jelas, dan tidak menyenangkan).
2. Menurut Berry and Eisenson
Gangguan pada berbicara: (1) Tidak mudah didengar, (2) Tidak langsung terdengar dengan jelas, (3) Secara vocal terdengar tidak enak, (4) Terdapat kesalahan pada bunyi-bunyi tertentu, (5) bicara itu sendiri sulit diucapkannya, kekurangan nada dan ritme yang normal, (6) Terdapat kekurangan dari sisi linguistik, (7) Tidak sesuai dengan umur, jenis kelamin, dan perkembangan fisik pembicara, dan (8) Terlihat tidak menyenangkan bila ia berbicara.

B. PROSES FISIOLOGIS BICARA
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.
Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.

C. ETIOLOGI GANGGUAN BAHASA & BICARA
Penyebab kelainan berbicara dan bahasa bisa bermacam-macam yang melibatkan berbagai faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kondisi lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis, dan lain sebagainya.

Gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut :
1. Lingkungan sosial dan emosional anak.
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik dan rasa takut. Sebaliknya, gagap juga dapat menimbulkan problem emosional pada anak.
2. Sistem masukan / input.
Gangguan pada sistem pendengaran, penglihatan, dan defisit taktilkinestetik dapat menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak. Dalam perkembangan bicara, pendengaran merupakan alat yang sangat penting. Anak seharusnya sudah dapat mengenali bunyibunyian sebelum belajar bicara. Anak dengan otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima atau mengungkapkan bahasa. Gangguan bahasa juga terdapat pada tuli karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intrauterin : TORCH), tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autism infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.
Anak dengan gangguan penglihatan yang berat, akan terganggu pola bahasanya. Pada anak dengan defisit taktilkinestetik akan terjadi gangguan artikulasi, misalnya pada anak dengan. anomali alat bicara perifer, seperti pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang, bisa didapati gangguan bicara berupa disartria.
3. Sistem pusat bicara dan bahasa.
Kelainan pada susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi, dan perencanaan bahasa, juga aktivitas dan kemampuan intelektual dari anak. Dalam hal ini, terdapat defisit kemampuan otak untuk memproses informasi yang komplek secara cepat. Kerusakan area Wernicke pada hemisfer dominan girus temporalis superior seseorang akan menyebabkan hilangnya seluruh fungsi intelektual yang berhubungan dengan bahasa atau symbol verbal, yang disebut dengan afasia Wernicke. Penderita mampu mengerti kata-kata yang dituliskan atau didengar, namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan.
Apabila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar ke belakang (regio girus angular), ke inferior (area bawah lobus temporalis), dan ke superior (tepi superior fisura sylvian), maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang total untuk mengerti bahasa dan berkomunikasi, disebut dengan afasia global. Bila lesi tidak begitu parah, maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tidak mampu menyusun katakata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya.
Kerusakan pada area bicara broca yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks menyebabkan penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya dan mampu bervokalisasi namun tak mampu mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan katakata selain suara ribut. Kelainan ini disebut afasia motorik, kirakira 95% kelainannya di hemisfer kiri. Regio fasial dan laringeal korteks motorik berfungsi mengaktifkan gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Kerusakan pada region-regio ini menyebabkan ketidakmampuan untuk berbicara dengan jelas.
Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada sindrom Down. Pada anak dengan retardasi mental, terdapat disfungsi otak akibat adanya ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmitter atau mielinisasi, sehingga perkembangan mentalnya terhenti atau tidak lengkap, sehingga berpengaruh pada semua kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara meliputi laring, faring, hidung, struktur mulut dan mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga mulut.

Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF
1. Lingkungan
a. Sosial ekonomi kurang
b. Tekanan keluarga
c. Keluarga bisu
d. Dirumah menggunakan bahasa bilingual
Efek pada perkembangan bicara :
a. Terlambat
b. Gagap
c. Terlambat pemerolehan bahasa
d. Terlambat pemerolehan struktur bahasa

2. Emosi
a. Ibu yang tertekan
b. Gangguan serius pada orang tua
c. Gangguan serius pada anak
Efek pada perkembangan bicara :
a. Terlambat pemerolehan bahasa
b. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa

3. Masalah pendengaran
a. Kongenital
b. Didapat
Efek pada perkembangan bicara :
a. Terlambat atau gangguan bicara permanen
b. Terlambat atau gangguan bicara permanent

4. Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat
b. Perkembangan lambat, tetapi masih dalam batas ratarata
c. Retardasi mental
Efek pada perkembangan bicara :
a. Terlambat bicara
b. Terlambat bicara
c. Pasti terlambat bicara

5. Cacat bawaan
a. Palatoschizis
b. Sindrom Down
Efek pada perkembangan bicara :
a. Terlambat dan terganggu kemampuan bicara
b. Kemampuan bicaranya lebih rendah

6. Kerusakan otak
a. Kelainan neuromuscular
b. Kelainan sensorimotor
c. Palsi serebral
d. Kelainan persepsi
Efek pada perkembangan bicara :
a. Mempengaruhi kemampuan menghisap, menelan, mengunyah dan akhirnya timbul gangguan bicara dan artikulasi seperti disartria.
b. Mempengaruhi kemampuan menghisap, menelan, akhirnya menimbulkan gangguan artikulasi, seperti dispraksia.
c. Berpengaruh pada pernapasan, makan dan timbul juga masalh artikulasi yang dapat mengakibatkan disartria dan dispraksia.
d. Kesulitan membedakan suara, mengerti bahasa, simbolisaasi, mengenal konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di sekolah.

D. MACAM-MACAM GANGGUAN BICARA
Gangguan bicara pada anak dapat dibagi menjadi :
1. Gangguan bicara kongenital
a. Retardasi mental
Pada umumnya seorang anak dengan gangguan bicara yang nyata terlambat, juga menderita gangguan intelegensi. Tetapi harus disingkirkan kemungkinan lain seperti gangguan pendengaran dan sebagainya.
b. Ketulian ( akibat rubela, kernicterus,sindrom turner, osteogenesis imperfecta )
Rehabilitasi harus sedini mungkin dengan alat pendengar dan sekolah luar biasa agar anak dapat mengenal bunyi-bunyian sebelum belajar bicara.
c. Cerebral palsy
Gangguan bicara pada anak ini mungkin disebabkan olehretardasi mental dan disartria akibat spastisitas, atetosis, ataksia, korea dan sebagainya. Pertolongan dengan speech therapy sering dapat menolong bila gangguan intelegensi tidak terlampau berat.
d. Anomali alat bicara perifer ( palatum, bibir, gigi, lidah )
Gangguan bicara berupa disartria terutama pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang yang hebat. Pada palatoskizis pertolongan dengan speech therapy sebaiknya dilakukan sedini mungkin sebelum dilakukan pembedahan plastik, agar anak tidak membiasakan diri berbicara melalui hidung atau menutup lubang palatum dengan menekan pangkal lidah ke atas, yang akan sukar dikoreksi kemudian, terurtama jika sudah berlangsung lama. Koreksi bicara sesudah pembedahan harus dilakukan secepatnya.
e. Gangguan perkembangan bicara ( developmental speech disorders ), misalnya developmental dyslexia, gagap, developmental dysarthria, developmental word deafness, developmental motor aphasia.
Sebagian besar dasar penyebab dari anak anak dengan kesukaran belajar, kesukaran membaca da gangguan bicara tidak diketahui, tetapi diduga terdapat sejak lahir. Gangguan membaca (word blindness), disleksia), gagap, word deafness lebih sering ditemukan pada keluarga dengan left handedness dan ambidekstri.
a. Developmental dyslexia (Congenital word blindness)
Ganggua terutama dalam membaca dan bukan disebabkan oleh retardasi mental atau perhatian kurang atau gangguan penglihatan atau neurotik. Kelainan ini sering disertai gangguan mengeja atau menulis
Reading age biasanya tertinggal 2 tahun daripada mental age. Anak anak ini umumnya
- Tidak dapat mengubah kata kata tertulis menjadi bunyi sehingga pengucapannya menjadi salah
- Tidak dapat mengubah kata kata yang diucapkan menjadi huruf tertulis
- Mempunyai keinginan membaca dari kanan ke kiri
- Perbandingan antara laki laki dengan wanita adalah 4 : 1. Dari anamnesis sering ditemukan left handdeness dan ambidekstri dalam keluarga. Pertolongan sukar dengan speech therapy anak dapat dlatih membaca untuk misalnya mengetahui nama jalan dan sebagainya
b. Gagap (stuttering)
Kelainan ini merupakan gangguan artikulasi kata-kata. Sering disertai kontraksi otot-otot muka, tics dan bunyi tambahan sebagai usaha anak untuk memperbaiki bicaranya atau akibat tekanan emosi.
c. Developmental dysarthria
Gangguan berupa pengucapan yang salah dari konsonan seperti r, sh, t, s, l, c , d dan sebagainya. Biasanya intelegensi pendengaran dan intelegensi mereka normal. Maka akhirna mempunyai bahas sendiri yang menyerupai bahasa anak yang yang aru mulai bicara (disebut idioglosia). Anak dengan kelainan ini dapat di ajar lip reading dengan bak. Diagnosis banding dari kelainan ini ialah ketulian , austk, retardasi mental.
d. Developmental word deafness
Pada umur anak seharusnya sudah mulai berbicara, anak dengan kelainan ini tidak memberi reaksi bila diajak bicara dan juga ia tidak mengikuti bunyi-bunyian. Biasanya pendengaran dan intelegensi mereka normal. Mereka akhirnya mempunyai bahasa sendiri yang menyerupai bahasa anak yang baru mulai bicara (disebut idiologsia). Anak dengan kelainan ini dapat diajar lip reading dengan baik. Diagnosa banding dari kelainan ini ialah ketulian, autistik, retardasi mental.
e. Developmental mmotor aphasia
Biasanya anak dengan kelainan ini dibawa ke dokter karena tidak ada suara sama sekali. Mereka lebih sering disertai retardasi mental dan hanya kadang-kadang saja ditemukan dengan intelegensi yang normal.

2. Gangguan bicara didapat
a. Afasia akibat penyakit yang disertai kejang, pascaensefalitis, pascatrauma, neoplasma, ganggua vaskuler otak, penyakit degeneratif.
Daerah speech pada manusia normal yang menggunakan lengan kanan ialah hemisfer kiri (hemisfer yang dominan). Akibat kerusakan berat pada daerah bicara tersebut, misalnya oleh trauma kepala, ensefalitis, tumor, penyakit degeneratif dan sebagainya, dapat timbul afasia. Pada anak yang masih sangat muda, hemisferektomi tidak menyebabkan afasia. Hal ini merupakan bukti bahwa pusat bicara dapat berpindah dan berkembang di hemisfer kanan. Pada anak yang sudah besar dan sudah icara, keadaan tersebut tidak mungkin lagi. Gangguan bicara ini kadang- kadang terdapat pada anak yang menderita epilepsi. Pertolongan dengan speech therapy memberikan hasil yang memuaskan.
b. Disartria pada bell’s palsy (kelumpuhan N.VII perifer), polio mielitis, tumor batang otak, miastenia gravis, penyakit degeneratif.
Dapat terjadi akibat kelemahan otot- otot oleh penyakit yang mengenai syaraf perifer seperti Bell’s palsy, poliomielitis,meastenia grafis dan beberapa penyakit degeneratif seperti Friedrich’s ataxia. Pertolongan terutama ditunjukan kepada penyakit primernya.
c. Psikogenik
Pada gangguan psikologis yang berat baik di rumah maupun yang didapat dari pengalaman anak yang lalu dapat memperlambat bicara dengan baby talk. Kadang- kadang disatria yang menyebabkan seseorang anak berbicara berbisik akan tetapi dengan artikulasi yang bik, mungkin merupakan reaksi konfersi (husteri) dan memerlukan pertolongan psikiater.
d. Sosiokultural
Kadang- kadang gangguan bicara terdapat pada anak yang berasal dari lingkungan yang kurang di rumah dan disektarnya, yaitu karena stimulasi untuk berbicara tidak cukup walaupun inteligensi normal. Contohnya ialah anak-anak yang lama tingga di rumah sakit atau rumah yatim piatu.


E. PATOFISIOLOGI GANGGUAN BAHASA DAN BICARA
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.
Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.

KETERLAMBATAN BICARA FUNGSIONAL
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.
Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan alergi terutama dermatitis atopi dan saluran cerna. Gangguan saluran cerna adalah gejala berulang seperti meteorismus, flatus, muntah, konstipasi, diare atau berak darah. Lidah tampak timbal geographic tounge, drooling (sialore) atau halitosis. Seringkali disertai gangguan tidur malam, dengan ditandai sering gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa, menangis dalam tidur, malam terbangun, brushing dan sebagainya.

F. EPIDEMOLOGI
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia pra sekolah. Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun. Pada umur 5 tahun, 19% dari anak-anak diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% kelemahan berbicara, 4,6% kelemahan bicara dan bahasa, dan 6% kelemahan bahasa). Gagap terjadi pada 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja.
Lakilaki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia pra sekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi dari pada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah keatas.

Cara membedakan berbagai keterlambatan bicara
Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional harus memahami manifestasi klinis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlambatan perkembangan.
Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya.
Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan.

G. EVALUASI AWAL UNTUK BAHASA DAN BICARA
Evaluasi yang efektif meliputi minimal patokan yang ada dibawah ini. Bagian ini juga akan mengikutsertakan gangguan-gangguan bahasa & bicara yang mungkin dialami di setiap sisi; dan garis besar dari terapinya:
1. Oral peripherai Mechanism Examiniation
Pemeriksaan mekanisme mulut dan sekitarnya (Oral Peripheral/ oral facial) sangatlah penting karena termasuk bagian dari berbicara secara lengkap. Tujuannya agar dapat mengetahui bahwa faktor yang menyebabkan kelainan atau gangguan dalam berbicara tidak disebabkan oleh struktur dari alat berbicara tersebut. Patokan yang dipakai untuk pemeriksaan ini adalah bentuk (structure), Kekuatan (strenght), Pergerakan (movement).
Beberapa observasi sering terlihat pada pemeriksaan ini dan kemungkinan pentingnya hal tersebut dalam mendeteksi gangguan pada bicara antara lain:
pada BENTUK:
• Warna yang tidak normal pada lidah, palatal atau pharynx. Antara lain warna ke abu-abuan biasanya dihubungkan dengan paralisis otot. Kebiruan mungkin disebabkan dari pendarahan dari dalam. Warna keputihan pada batas palatal kertas dan palatal lunak dapat menandakan adanya submucosal cleft. Warna terlewat gelap atau bening dapat pula menandakan adanya palatal fistula atau celah. Daerah yang hitam dapat menandakan adanya oral canser.
• Ketinggian atau kelebaran yang tidak normal pada palatal arch (lengkung palatal). Bentuk dari lengkung platal biasanya tidak sama dari satu orang ke orang yang lain. Tetapi lengkung palatal yang terlalu tinggi atau terlalu lebar akan menyebabkan kesulitan untuk pengucapan artikulasi yang membutuhkan kontrak antara palatal dan lingual. Lengkung palatal yang terlalu rendah atau lebar dengan keadaan lidah yang terlalu besar akan menyebabkan pengucapan, konsonan yang tidak jelas (distortion).
• Kesimetrisan pada wajah atau palatal. Biasanya berhubungan dengan adanya gangguan neurologi atau kelemahan pada otot.
• Deviasi dari lidah dan/ atau uvula ke kanan atau kekiri. Indikasi dari gangguan neurologi biasanya kearah sisi yang lebih lemah.
• Pembesaran dari tonsil. Kadang kala tidak ada efek apa-apa pada anak-anak. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, mengganggu kesehatan, resonansi, pendengaran bila menutup eustachian tube. Kadang menyebabkan lidah lebih banyak terjulur kedepan dan mempengaruhi artikulasi.
• Gigi yang hilang/ ompong Tergantung pada gigi yang hilang, artikulasi dapat terganggu. Biasanya pada anak-anak tidak secara serius mempengaruhi artikulasi.
pada KEKUATAN:
• Kelemahan pada tekanan Indra-oral. Kelemahan ini menandakan lemahnya tekanan udara pada pipi dan velopharyngeal. Biasanya ada udara yang keluar dari hidung atau mulut.
• Lingual frenum yang pendek. Dapat mengakibatkan gangguan pada artikulasi. Bila si anak tidak dapat mengadakan kontak antara lidah dengan alveolar ridge atau gigi untuk dapat mengucapkan suara-suara seperti t,d,n,l,c,j.
• Kelemahan atau tidak adanya gag reflex. Biasanya menandakan adanya kelemahan pada otot. Kemungkinan adanya gangguan neurologi, tidak selalu mengakibatkan gangguan berbicara.
• Kelemahan pada bibir, lidah dan atau rahang. Biasanya pada mereka yang mempunyai gangguan neurologi. Kemungkinan adanya aphasia atau dysarthria.
pada PERGERAKAN:
• Secara informal, terapis dapat mengobservasi terhadap penggunaan organ bicara tersebut yang digunakan untuk hal lainnya seperti makan dan minum (pergerakan untuk mengisap, mengunyah, menelan dan lainnya).
• Secara formal dengan pengambilan Diadochokinetik Rate (evaluasi kemampuan untuk secara cepat melakukan gerakan bicara yang berganti-ganti): Misalnya: mengulang /papapapa/ ; /tatatata/ ; /kakakaka/ dan /patakapatakapataka/ dalam hitungan 1 (satu) menit.

Bantuan dan Terapi yang dapat diberikan:
1. Untuk hal-hal yang bersifat struktural/fisik, disebut juga organik, Terapis Wicara akan merujuk kepada dokter yang bersangkutan.
2. Untuk hal-hal yang sifatnya fungsional, maka Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.

2. Artikulasi atau pengucapan
Artikulasi atau pembentukan vokal, dimana udara yang berasal dari pernafasan melalui pita suara dan kaviti-kaviti yang ada dibentuk menjadi suara yang dipakai untuk berbicara dibantu oleh organ-organ bicara seperti bibir, lidah gigi dan sebagainya.
a. Artikulasi Vowel (Huruf Hidup). Karakteristik dari Vowel adalah diucapkan dengan saluran suara yang terbuka (open vocal tract). Secara umum dapat dijelaskan dari posisi lidah, bibir dan pharynx.
b. Artikulasi Konsonan (Huruf Mati). Karakteristik dari konsonan adalah diucapkan dengan saluran suara yang lebih konstriksi. Ada konsonan yang diucapkan dengan saluran suara yang ditutup secara sesaat, yang lainnya diucapkan dengan penutupan saluran suara pada titik-titik tertentu.
Bantuan dan Terapi yang dapat diberikan:
1. Latihan dengan tahap:
• Isolasi (isolation): Latihan pengucapan konsonan itu sendiri tanpa huruf hidupnya (Konsonan tunggal);
• Suku Kata (CV Combination): Latihan pengucapan konsonan dengan kombinasi Konsonan Vocal: KV;
• VCV; VK (Posisi: Awal-Pertengahan-Akhir). Aktifitas yang dapat diberikan antara lain dengan menirukan atau Menggunakan kartu suku kata;
• Kata: Latihan pengucapan konsonan untuk tingkat kata (Posisi: Awal-Pertengahan-Akhir). Aktifitas yang dapat diberikan antara lain dengan menamakan benda atau gambar sesuai dengan konsonan yang mengalami kesulitan. Misalnya: /r/ awal: rumah, rambut, robot, roti, dan lainnya;
• Kalimat: Latihan menggunakan konsonan yang mengalami kesulitan dalam kalimat atau bacaan (bila anak sudah dapat membaca). Misalnya: konsonan /r/: ruri memberi ira sebutir beras.
• Tentunya untuk latihan pemakaian secara fungsional atau sehari-hari dalam berbicara (carry over).

2. Untuk Articulatory Apraxia
Latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular Facilitation, Articulatory Diagrams, Reauditorization dan lain-lain.

3. Bahasa & Bicara (Reseptif & Eksprosif):
Bahasa dibagi menjadi dua bagian yang disebut reseptif/ pemahaman dan ekspretif atau pengungkapan secara verbal. Bahasa reseptif (pemahaman) misalnya dengan menanyakan “mana hidung?” atau konsep dasar lainnya sesuai dengan usia anak.
Kemampuan ekspretif (berkata) misalnya dengan menanyakan “ini apa?” dan anak menjawab pertanyaan sesuai dengan usia.
Pemahaman terhadap patokan-patokan perkembangan maupun tingkatan dari Bahasa & Bicara akan sangat membantu Terapis Wicara dalam menganalisa kemampuan anak dari berbagai macam sisinya. Berikut ini adalah beberapa macam patokan-patokan dasar yang dapat dipakai untuk hal tersebut.
Tahapan bahasa (Level of Language)
Tahapan bahasa terbagi menjadi: Phonology (bahasa bunyi): Semantics (kata), Morphology (perubahan pada kata), Syntax (kalimat), Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas), Metalinguistics (Bagaimana cara bekerjanya suatu Bahasa) dan Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
Selain memakai patokan-patokan diatas, bagi anak-anak yang sudah mulai berbicara, dapat dilakukan pengambilan sample dari percakapan yang sudah dapat dilakukan oleh anak (Clinical Language Oral Sampling). Prosedur ini kurang lebih dilakukan dengan merekan percakapan anak dan menuliskan hasilnya pada kertas sebelum menganalisa bentuk kalimat dan tatabahasa yang dipergunakan oleh anak.
Panjang kalimat rata-rata (Mean Length of Utterance – MLU) juga dapat ditentukan dari sample berbicara anak karena dapat memberikan informasi penting tentang perkembangan bahasanya, dan menjadi salah satu indikasi bila ada keterlambatan ataupun gangguan dalam berbicara.
Bantuan dan Terapi yang dapat diberikan:
Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
1. Phonology (bahasa bunyi);
2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
3. Morphology (perubahan pada kata),
4. Syatax (kalimat), termasuk tatabahasa;
5. Discourse (Pemakaian bahasa dalam konteks yang lebih luas),
6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerjanya suatu Bahasa) dan;
7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
4. Suara:
Kelainan pada suara diklasifikasikan menurut etiologi atau simptom. Etiologi adalah penyebab dari timbulnya keadaan tersebut, yang dibagi menjadi organik atau fungsional. Kelainan organik adalah kelainan yang diketahui penyebabnya secara fisik, (misalnya, paralisis dari pita suara). Kelainan fungsional, kemungkinan terjadi karena adanya perubahan pda fisik, tetapi tidak diketahui etiologinya secara fisik.
Bila kelainan pada suara disebabkan atau yang disebut dengan kelainan organik, Terapis Wicara akan merujuk kepada dokter yang wewenang.
Karakteristik dari suara sendiri dapat dibagi menjadi nada (pitch) biasanya. dari rendah ke tinggi; kualitas (Quality), misalnya serak; kekerasan (loudness), suara yang terlalu keras atau terlalu pelan; resonansi (resonance). Misalnya sengau.
Bantuan dan Terapi yang dapat diberikan:
Terapi Suara (VoiceTherapy): Permasalahan pada Nada, volume, kualitas yang dapat dibantu dengan Facilitation Technique.
5. Pendengaran
Walaupun secara profesional adalah wewenang dari ahli THT atau audiologist, guru/pendidik melihatnya dari sisi dimana gangguan pendengaran berdampak pada perkembangan berkomunikasi dan perkembangan akademis. Dapatkan Evaluasi formal untuk Pendengaran dari dokter terkait.
Bila anak berada dalam masa perkembangan maka sebaiknya sebelum terapi dimulai maka secara formal telah dievaluasi untuk mengetahui bahwa tidak ada masalah dari sisi pendengaran. Hal ini dikarenakan adanya beberapa suara/ konsonan yang pengucapannya berada pada decibel dan frekuensi yang terdengar rendah.
Bantun dan Terapi yang dapat diberikan:
a. Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait;
b. Terapi; penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;
Dengan demikian Evaluasi Awal akan lebih memperjelas apa saja yang mungkin menjadi penghambat kemampuan anak untuk dapat berbicara lebih cepat dan bantuan/ rujukan apa lagi yang diperlukan untuk melengkapi informasi dasar mengenai anak untuk nantinya membantu perencanaan dalam penatalaksana program/ rencana terapi/ pengajaran.

H. DIAGNOSA GANGGUAN BAHASA DAN BICARA
Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku. Untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan pengujian terhadap intelektual nonverbal anak. Pengamatan pola bahasa verbal dan isyarat anak dalam berbagai situasi dan selama interaksi dengan anakanak lain membantu memastikan keparahan, bidang spesifik anak yang terganggu, dan membantu dalam deteksi dini komplikasi perilaku dan emosional.
1. Anamnesis
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain :
a.Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya berkedip, terkejut, atau menggerakkan bagian tubuh.
b.Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya saat berbicara padanya.
c.Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”
d.Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memaling atau mencari ke arah suara.
e.Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum
f.Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “ambil koran”
g.Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukkan oleh anak, seperti mata, hidung, kuping, dan sebagainya

Selain itu harus diperhatikan juga tanda bahaya adanya gangguan bahasa dan bicara yaitu bila pada usia:
a.4 - 6 Bulan
-Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
-Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
b.8 - 10 Bulan
-Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian.
-Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya.
c.9 - 10 bulan
Tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis.
d. 12 - 15 Bulan
-12 bulan, belum menunjukkan mimik.
-12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti “mama”, “dada”.
-12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu.
-15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”.
-15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda.
-15 bulan, belum dapat mengucapkan 13 kata.
d.18 - 24 Bulan
belum dapat mengucapkan 610 kata.
e.18 - 20 bulan
tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian.
f.21 bulan
Belum dapat mengikuti perintah sederhana.
g.24 bulan
-Belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat.
-Tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon.
-Belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain.
-Tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya.
h.30 - 36 Bulan
-30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga.
-36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana dan pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga.
i.3 - 4 tahun
-3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya.
-3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”.
-4 tahun, masih gagap dan tidak dimengerti secara lengkap.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum, dan lainlain.
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata pa, ta, pata, pataka.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)
Merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik.
b. Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu.
Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometric.
- Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi.
- Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif.
- Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantudengar (hearing aid).
- Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.
c. CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yang abnormal.
d. Denver Developmental Screening Test
Dalam melakukan tes ini, terdapat beberapa perkembangan dalam penggunaan tes, akan tetapi akan dijelaskan kembali perkembangan penggunaan test. Pada penilaian DDST ini menilai perkembangan anak dalam 4 faktor diantaranya penilaian terhadap personal social, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar, dengan persyaratan tes sebagai berikut :
- Lembar formulir DDST II
- Alat Bantu atau peraga seperti benang wool merah, manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak bola kecil, bola tennis kertas dan pensil.

Selain tes audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan IQ gabungan :
a. Skala intelegensi Wechsler untuk anak-III: Penyelesaian susunan gambar.
Tes ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum,seperti gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta untuk mengidentifikasi. Respon dinilai sebagai benar atau salah.
b. Skala intelegensi Wechsler untuk anak-III: mendesain balok
Anak diberikan pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai benar atau salah.

I. PENATALAKSANAAN GANGGUAN BICARA DAN BAHASA PADA ANAK.
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anakanak
dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, para dokter dituntut agar lebih tanggap terhadap proses perkembangan bicara dan bahasa pada anak.
Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring pertambahan usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa dilatarbelakangi perawatan primer orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada masa neonatus, bayi dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta memberi tanda terhadap semua benda dan kata yang menggambarkan kehidupan seharihari. Pola intonasi suara dapat diperbaiki sejalan dengan respon anak yang semakin mendekati pola orang dewasa. Secara umum, anak akan berusaha untuk lebih baik saat orang dewasa merespon apa yang diucapkannya tanpa menekan anak untuk mengucapkan suara atau kata tertentu. Sebagai motivasi ketika seorang anak berbicara satu kata secara jelas, pendengar sebaiknya merespon tanpa paksaan dengan memperluas hingga dua kata.
Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk memberi semangat dalam proses perkembangan bahasa anak :
1.Ekspresi kalimat seru
2.Mengombinasikan ekspresi verbal dengan mengarahkan atau melakukan gerak isyarat untuk mendapatkan benda
3.Mengoceh selama bermain
4.Menirukan kata terakhir yang diucapkan anak
5.Menirukan suara lingkungan
6.Berusaha untuk bernyanyi

Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru, dan orang tua pasien. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus. Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar.
Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguannya bicaranya akan dievaluasi oleh ahli terapi wicara.
Anak tidak hanya membutuhkan stimulasi untuk aktifitas fisiknya, tetapi juga untukmmeningkatkan kemampuan bahasa.bila anak mengalami deprivasi yang berat terhadap kesempatan untuk mendapatkan pengalaman tersebut, maka akibatnya perkembangannya mengalami hambatan. Beberapa cara menstimulasi anak diantaranya.
1. Berbicara
Setiap hari bicara dengan bayi sesering mungkin. Gunakan setiap kesempatan seperti waktu memandikan bayi, mengenakan pakaiannya, memberi makan dan lainlain. Anak tidak pernah terlalu muda untuk diajak bicara.
2. Mengenali berbagai suara
Ajak anak mendengarkan berbagai suara seperti musik, radio, televisi. Juga buatlah suara dari kerincingan, mainan, kemudian perhatikan bagaiman reaksi anak terhadap suara yang berlainan.
3. Menunjuk dan menyebutkan nama gambargambar
Ajak anak melihat gambargambar, kemudian gambar ditunjuk dan namanya disebutkan, usahakan anak mengulangi katakata, lakukan setiap hari. Bila anak sudah bisa menyebutan nama gambar, kemudian dilatih untuk bercerita tentang gambar tersebut
4. Mengerjakan perintah sederhana
Mulai memberikan perintah kepada anak misal “letakkan gelas di meja”. Kalau perlu tunjukkan kepada anak cara mengerjakan perintah tadi, gunakan kata-kata yang sederhana.
Terapi anak gagap diawali dengan mengurangi stres emosional disertai bimbingan dan konseling terhadap orang tua demi kemajuan anaknya. Hampir separuh anak gagap dapat mengatasinya, walaupun demikian rujukan ke ahli terapi wicara merupakan bantuan yang sangat penting bagi anak, dan terapi lebih efektif jika dimulai pada masa pra sekolah. Indikasi rujuk yaitu jika anak terlihat tidak nyaman atau cemas saat bicara atau kecurigaan adanya hubungan gangguan ini dengan kelainan neurologis ataupun psikis pada anak.
Dalam perjalanan tata laksana gangguan bicara dan bahasa, orang tua diharapkan untuk selalu memberikan motivasi terhadap anak atas perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa anaknya walaupun baru memperlihatkan sedikit perbaikan.

J. PROGNOSIS
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Sebagian besar anak memberikan respon baik terhadap tata laksana yang diberikan.Untuk gangguan yang berhubungan kelainan organik seperti pada tuli konduksi, perbaikan masalah medisnya dapat menghasilkan perkembangan bahasa normal pada anak. Anak dengan retardasi mental memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan anak yang inteligensinya baik. Demikian juga dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan multipel, membutuhkan penanganan ekstra agar tidak meninggalkan kelainan sisa. Lingkungan yang berisiko tinggi dan usia terdeteksinya gejala turut memperburuk prognosis.


ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN BAHASA DAN BICARA PADA ANAK
A.PENGKAJIAN
Fokus pengkajian pada anak 2 – 3 tahun yang mengalami gangguan bicara :
Data Subyektif :
1. Pada anak yang mengalami gangguan bahasa :
a.Umur berapa anak saudara mulai mengucapkan satu kata ?
b.Umur berapa anak saudara mulai bisa menggunakan kata dalam suatu kalimat ?
c.Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam mempelajari kata baru ?
d.Apakah anak anda sering menghilangkan kata-kata dalam kalimat yang diucapkan dalam Kalimat yang diucapkan ?
e.Siapa yang mengasuh di rumah ?
f.Bahasa apa yang digunakan bila berkomunikasi di rumah ?
g.Apakah pernah diajak mengucapkan kata-kata.
h.Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata ?

2.Pada anak yang mengalami gangguan bicara :
a.Apakah anak anda sering gugup dalam mengulang suatu kata ?
b. Apakah anak anda sering merasa cemas atau bingung jika ingin mengungkapkan suatu ide ?
c.Apakah anda pernah perhatikan anak anda memejamkan mata, menggoyangkan kepala, atau mengulang suatu frase jika diberikan kata-kata baru yang sulit diucapkan?
d.Apa yang anda lakukan jika hal di atas ditemukan ?
e.Apakah anak anda pernah/sering menghilangkan bunyi dari suatu kata ?
f.Apakah anak anda sering menggunakan kata-kata yang salah tetapi mempunyai bunyi yang hampir sama dngan suatu kata ?
g.Apakah anda kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda ?
h.Apakah orang lain merasa kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda ?
i.Perhatikan riwayat penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi SSP seperti infeksi antenatal (Rubbela syndrome), perinatal (trauma persalinan), post natal (infeksi otak, trauma kepala, tumor intra kranial, konduksi elektrik otak).

Data Obyektif :
1.Kemampuan menggunakan kata-kata.
2.Masalah khusus dalam berbahasa seperti (menirukan, gagap, hambatan bahasa, malas bicara).
3.Kemampuan dalam mengaplikasikan bahasa.
4.Umur anak.
5.Kemampuan membuat kalimat.
6.Kemampuan mempertahankan kontak mata.
7.Kehilangan pendengaran (Kerusakan indra pendengaran).
8.Gangguan bentuk dan fungsi artikulasi.
9.Gangguan fungsi neurologis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak yang mengalami gangguan bicara meliputi :
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa.
2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alat-alat artikulasi.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran.
4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak berkomunikasi.
6. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kecemasan.
7. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kurangnya kemampuan memori dan kerusakan sistem saraf pusat.